REVIEW FILM “THE TRUE COST”
Jenis Film: Dokumenter
Sutradara: Andrew Morgan
Produksi: Life Is My Movie Entertainment, Untold Creative
Tahun: 2015
Film The True Cost yang disutradarai oleh Andrew Morgan pada tahun 2015 membahas dibaliknya
dunia fast fashion atau industri pakaian mode cepat. Film dokumenter ini mengungkapkan apa saja
yang terjadi pada para pekerja tekstil di industri pakaian mode cepat, bagaimana para pekerja
tekstil tidak mendapatkan ketidakadilan dan hak sebagai pekerja. Upah yang rendah dan
keselamatan yang tidak terjamin dirasakan oleh para pekerja tekstil di negara berkembang, Hal
tersebut adalah suatu hal yang serius, namun para perusahaan industri pakaian mode cepat
mengabaikan hal tersebut, mereka menganggap bahwa para pekerja tekstil lebih beruntung karena
mendapatkan pekerjaan dan merasa di tempat yang aman karena hanya membuat baju bukan
berada di pertambangan atau lainnya. Segala bentuk sisi gelap dari industri pakaian mode cepat
diungkapkan di film ini, termasuk pada lingkungan alam seperti polusi air atau udara dan limbah
tekstil yang tidak ada hentinya. Beberapa contoh perusahaan industri pakaian yang memanusiakan
manusia pun juga ditunjukkan di dalam film ini untuk dijadikan sebagai contoh baik.
Film dokumenter ini merupakan salah satu gerakan untuk menyadarkan masyarakat betapa
kejamnya dunia industri pakaian mode cepat pada lingkungan alam dan saudara kita di negara lain.
Film ini memiliki narasi yang kuat dan gambar-gambar yang menakjubkan, dan berhasil
membangkitkan kesadaran tentang akibat dari terlalu banyak mengikuti mode dengan cepat. Ini
tidak hanya kritik terhadap industri fashion, tetapi juga panggilan untuk perubahan dan kesadaran
konsumen tentang pilihan pembelian mereka.
Analisis Film The True Cost
Film dokumenter The True Cost mengungkapkan sisi gelap dari industri pakaian mode cepat. Salah
satunya ialah para pekerja tekstil yang menjadi korban dalam hal ini. Para perusahaan industri
pakaian mode cepat yang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Italia, Prancis
dan sebagainya memanfaatkan tenaga kerja dari negara berkembang yakni Bangladesh. Alasannya
ialah mereka dapat di gaji rendah, yakni $2 dolar/hari. Seperti yang kita ketahui bahwa negara
Bangladesh masih dapat terbilang negara yang belum stabil. Masih banyak permasalahan di dalam
negara tersebut, seperti kemiskinan, masyarakat yang belum sepenuhnya mendapatkan kehidupan
layak, pendidikan yang belum merata, dan lain-lain. Banyak masyarakat Bangladesh bekerja
sebagai petani atau bekerja sama dengan orang lain karena ekonomi Bangladesh yang rendah.
Akibatnya, perempuan Bangladesh tidak mendapatkan pekerjaan yang layak seperti pekerjaan
perempuan pada umumnya (Ningsih, Nissah, & Afriansyah, 2022). Tuntutan kehidupan untuk
dapat memberikan makan setiap hari kepada keluarga agar tetap bertahan hidup, membuat para
pekerja tekstil di Bangladesh mau tidak mau menerima resiko yang ada. Latar belakang tersebutlah
yang membuat para perusahaan industri pakaian mode cepat memanfaatkan keadaan yang ada dan
memiliki peluang untuk menguntungkan diri mereka sendiri.
Salah satu perusahaan terbesar yang mempekerjakan masyarakat Bangladesh ialah Garment.
Perusahaan tersebut membantu untuk mengurangi angka kemiskinan di Bangladesh, namun
perusahaan industri ini memiliki kondisi yang buruk bagi para pekerja tekstil disana. Keselamatan
para pekerja tekstil tidak dijaminkan dengan aman. Dalam film dokumenter ini, disorotnya berita
bencana yakni runtuhnya gedung pabrik Rana Plaza yang dijadikan sebagai tempat produksi
pakaian mode cepat. Bencana tersebut terjadi pada 23 April 2013 di dekat kota Dhaka yang
menewaskan sebanyak 400 orang dan ratusan lainnya dinyatakan hilang. Sebelum terjadinya
sebuah bencana ini, gedung tersebut sudah menandakan keretakan tembok di seluruh sisi gedung,
namun perusahaan industri pakaian mode cepat menghiraukan hal tersebut. Hal ini menunjukkan
bagaimana para petinggi di perusahaan industri pakaian mode cepat sangatlah egois dan tidak
mementingkan keamanan bagi para pekerjanya. Arif Jebtik sebagai pemilik pabrik Garment
mengatakan dalam film tersebut bahwa hal yang dipermasalahkan bukan hanya tentang harga yang
diberi atau gaji, tetapi juga tentang bagaimana mengabaikan kehidupan orang lain atau
keselamatan orang lain.
Pekerja tekstil di Bangladesh di dominasikan oleh perempuan. Mereka merasakan ketidakadilan
yang lebih banyak daripada pekerja laki-laki di Bangladesh. Para buruh perempuan tekstil
melakukan demo untuk menuntut hak mereka. Namun yang mereka dapatkan ialah kekerasan dari
karyawan. Para pekerja perempuan mendapatkan kekerasan seperti yang disampaikan oleh Shima
salah satu pekerja tekstil di perusahaan Garment yakni dipukul, ditendang, dan ditinju. Selain itu
mereka tidak mendapatkan hak cuti melahirkan. Dilaporkan bahwa pemilik pabrik memecat
karyawan yang hamil atau menolak memberikan cuti melahirkan karena upah yang rendah dan
lingkungan kerja yang tidak memadai Eleonora, S. dalam (Gunawan, Matahariza, & Putri, 2023).
Cuti melahirkan adalah hak bagi seluruh perempuan di dunia ini, untuk melindungi kesehatan fisik
dan mental ibu hamil dan memberikan kesempatan untuk pemulihan pasca melahirkan sambil tetap
terhubung dengan pekerjaan mereka, pekerja perempuan berhak atas cuti kehamilan yang
merupakan hak yang diberikan kepada mereka. Menurut (Pamungkas, 2016) salah satu aspek
paling penting dari hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan hak cuti hamil dan melahirkan
bagi pekerja perempuan. Selain bertujuan untuk melindungi pekerja perempuan di tempat kerja,
hal ini juga penting untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi yang sedang dalam kandungan. Selain
itu, tempat kerja harus memastikan bahwa pekerja perempuan yang sedang hamil atau baru
melahirkan memiliki kondisi kerja yang aman.
Dalam film ini, ditunjukkan bahwa Shima seringkali membawa anaknya ke tempat kerja atau
pabrik produksi, yang pada kenyataannya tempat Shima bekerja tidaklah aman sama sekali untuk
anak-anak. Hal yang dilakukan Shima juga dilakukan oleh pekerja perempuan lainnya dikarenakan
beberapa faktor yakni keterbatasan dalam perawatan anak, tidak adanya cuti melahirkan sehingga
keadaan memaksa para pekerja perempuan untuk tetap bekerja dan membawa anak mereka pasca
melahirkan, tekanan ekonomi yang membuat mereka tidak mampu untuk menyewa pengasuh
anak, dan ketidaksetaraan gender dalam pembagian tugas di rumah tangga. Shima tidak ingin
anaknya tinggal di keadaan yang tidak layak dan keamanan yang tidak terjamin, sehingga ia
memutuskan untuk anaknya tinggal di desa bersama orang tuanya Shima. Shima ingin anaknya
dapat bertumbuh dan berkembang di tempat yang layak, mendapatkan pendidikan yang layak,
lingkungan yang bersih, dan melakukan aktivitas seperti anak-anak di dunia lainnya walaupun
Shima hanya dapat bertemu 2 kali dalam setahun dengan anaknya. Hal yang dilakukan Shima
sangatlah mengharukan, bagaimana ia rela bekerja keras untuk anaknya dan rela tidak dapat
melihat anaknya setiap hari walau tempat kerja yang begitu kejam, tidak mengutamakan hak asasi
manusia.
Perusahaan industri pakaian mode cepat tidak hanya memakan korban pekerjanya saja, tetapi
lingkungan sekitar yang tidak terlibat juga menjadi korban. Asal mula sebuah pakaian berawal dari
sebuah kapas. Perusahaan industri pakaian mode cepat bekerja sama dengan pihak yang memiliki
ladang kapas di India, kebanyakan kapas India tumbuh di Punjab yang menjadi pengguna pestisida
terbesar di India. Penggunaan pestisida tersebut menghasilkan dampak kimia yang akhirnya
memaparkan pada masyarakat desa sekitar yang tinggal dekat dengan ladang kapas. Banyaknya
ratusan penderita kanker, lahir dengan cacat, dan gangguan mental yang diidap oleh masyarakat
desa sekitar. Kontaminasi melalui kulit, gas dan partikel halus yang menyebar melalui semprotan
(kabut asap yang berasal dari fogging) kemudian terhirup oleh hidung, menyeka keringat dengan
kain yang sudah terkontaminasi oleh pestisida adalah cara pestisida dapat masuk ke dalam tubuh
dan membuat badan manusia menjadi keracunan bahan kimia yang disebabkan oleh pestisida
(Pamungkas, 2016). Perusahaan pupuk dan pestisida menyangkal adanya dampak yang buruk
disebabkan oleh mereka. Masyarakat yang terkena dampak ini ialah orang-orang miskin, petani
kecil, dan buruh sehingga mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan
anak-anak mereka. Selain itu, air sungai di Kanpur India sudah tercemar karena produksi tekstil
perusahaan industri pakaian mode cepat. Sungai di Kanpur merupakan satu-satunya sungai yang
dijadikan sebagai sumber air minum, biasanya air dari sungai tersebut juga dipakai untuk produksi
sayur-sayuran oleh petani. Tercemarnya sungai di Kanpur yang diakibatkan kontaminasi dengan
kromium berdampak pada kesehatan masyarakat Kanpur, yakni mereka menjadi terkena penyakit
kuning.
Analisis diatas sudah menyimpulkan bahwa industri pakaian mode cepat dengan gaya glamor dan
busana cantiknya sangatlah kejam kepada para pekerjanya, kesehatan masyarakat sekitar yang
tinggal dekat dengan pabrik produksi, dan juga berdampak pada lingkungan alam sekitar. Hal ini
merupakan suatu hal yang serius dan harus menjadi fokus dunia karena menyangkut hak asasi
manusia. Mengeksploitasi sumber daya manusia di berbagai belahan dunia seperti di negara-negara berkembang yang tiada hentinya, upah yang rendah dan hak-hak buruh yang dihilangkan.
Para perusahaan industri pakaian mode cepat hanya memikirkan keuntungan yang diraih dengan
banyak, menghasilkan baju yang cepat dan banyak, serta memberikan upah yang sedikit bagi para
pekerja tekstil. Ketidakadilan tersebut dihiraukan oleh para perusahaan industri pakaian mode
cepat, mereka menganggap para pekerja tekstil bekerja di lingkungan yang aman, hanya membuat
baju tidak seperti para pekerja lain yang bekerja di bidang pertambangan.
Fast fashion atau pakaian mode cepat memiliki banyak peminat untuk membeli dikarenakan
koleksinya yang terus berganti dengan cepat dan rutin, ketersediaan produk yang luas seperti
memiliki produk untuk jenis-jenis kebutuhan, dan tren fashion yang cepat berubah. Peminat
pembeli fast fashion didominasikan oleh anak muda. Hal tersebut disebabkan karena pengaruh dari
internet. Banyaknya youtuber membuat konten video tentang shopping haul atau mengulas apa
saja produk yang mereka beli. Dari video tersebut adalah salah satu cara anak muda dapat
terpengaruh, mereka berpikir harus terus mengikuti tren yang ada di zaman sekarang agar tidak
tertinggal maka dari itu mereka adalah salah satu pelaku yang secara tidak langsung mendukung
perusahaan industri pakaian mode cepat untuk terus berkembang dan terus memberikan
produksian yang baru di setiap harinya.
Hal yang dapat kita lakukan agar para pekerja tekstil di dunia fast fashion mendapatkan haknya
secara adil ialah mengurangi atau berhenti membeli pakaian yang berjenis fast fashion dan beralih
kepada industri slow fashion yang memanusiakan para pekerjanya, selain itu juga membeli baju
jika memang butuh bukan karena keinginan yang tidak jelas. Dengan begitu, kita tidak akan
menambah limbah pakaian dan jika gerakan ini dimasifkan bersama, perusahaan industri pakaian
mode cepat akan kehilangan konsumennya yang mungkin saja dapat menyadarkan mereka
mengapa konsumennya sudah tidak pernah membeli lagi produk mereka. Kita sebagai masyarakat
juga bisa membantu para pekerja tekstil dengan ikut bersuara agar semakin di dengar oleh
perusahaan-perusahaan industri pakaian mode cepat. Selain itu, fenomena ini dapat menjadi fokus
utama bagi PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya untuk lebih diperhatikan dan
berupaya agar tidak ada lagi pekerja yang tidak mendapatkan keadilan terutama bagi para pekerja
perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Ningsih, Y., Nissah, & Afriansyah, R. (2022). Upaya Penanganan Ketidaksetaraan Gender dan
Kekerasan terhadap Kaum Wanita di Bangladesh (Studi Kasus: Kekerasan terhadap
Wanita di Bangladesh). Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora, 264-275.
Gunawan, Y., Matahariza, A., & Putri, W. K. (2023). THE DARK SIDE OF FAST FASHION:
EXAMINING THE EXPLOITATION OF GARMENT WORKERS IN BANGLADESH.
Jurnal Hukum dan Peradilan, 441-468.
Pamungkas, O. S. (2016). BAHAYA PAPARAN PESTISIDA TERHADAP KESEHATAN
MANUSIA. Bioedukasi, 27-31
Komentar
Posting Komentar