RESPECT: SEBUAH PERILAKU MENYIMPANG PENERORAN DAN PELECEHAN DI MEDIA SOSIAL

Gambaran Umum Kasus 

Pada tanggal 16 Mei 2024, seorang wanita asal Surabaya berinisial N membagikan pengalaman pribadinya di X tentang peristiwa peneroran dan pelecehan yang dilakukan oleh pria berinisial A. Dalam postingan tersebut, N bercerita tentang teror dan pelecehan yang ia alami selama 10 tahun belakangan ini oleh A yang merupakan teman SMPnya dulu. Dahulu A dikenal sebagai seseorang yang pendiam dan tidak memiliki banyak teman. Suatu hari, N bertanya kepada A mengapa ia tidak pergi ke kantin, A menjawab bahwa ia tidak mempunyai uang untuk membeli makanan. Karena rasa iba, N memberikan uang sejumlah Rp 5000 kepada A agar dapat membeli makan. Namun, A justru menganggap kebaikan N disebabkan karena N menaruh rasa kepada A Karena hal tersebut, A mulai meneror N. Mulai dari membeli banyak nomor baru, membuat ratusan akun Instagram dan akun X hanya untuk menghubungi N. Tak hanya itu, A bahkan sampai mengirimkan gambar tak senonoh, membuat postingan kalimat pelecehan dan mengancam akan bunuh diri jika N tetap tidak mau menerima perasaannya. Semakin berjalannya waktu, N akhirnya melaporkan A ke pihak berwajib. Unit Siber Ditreskrimsus Polda Jatim telah menetapkan A sebagai tersangka dan melakukan penahanan sejak 17 Mei 2024. Polisi juga mengungkap bahwa A tidak hanya meneror N, namun juga memberikan ancaman terhadap teman rekanan atau kekasih N. Polisi akan menjerat A dengan UU ITE, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan UU Pornografi. Dengan UU tersebut maka A terancam hukuman 6 tahun penjara dengan denda Rp 1 Miliar. Polisi juga mengungkapkan bahwa ahli psikolog telah diundang untuk observasi pada A.


Analisis Kasus

Tindak pidana pelecehan seksual melalui media sosial atau cyber sexual harassment, merupakan suatu perbuatan yang terkait dengan perilaku asusila melalui media massa dan transaksi elektronik, yang dapat menimbulkan kerugian fisik maupun psikis. Pelecehan seksual yang sering terjadi di media sosial dapat berupa rayuan, ejekan, atau perilaku tidak menyenangkan lainnya yang dapat dilakukan saat mengirim pesan, berkomentar, mengirim foto, video dengan konten seksual, atau konten vulgar melalui media sosial WhatsApp, Instagram, Twitter, YouTube, Facebook dan lain sebagainya. Dampak yang terjadi pada korban yang mengalami pelecehan seksual melalui media sosial adalah sebagai berikut:

1.   Berkurangnya rasa percaya diri.

2.     Hilangnya kepercayaan pada orang lain.

3.   Rasa curiga yang berlebihan.

4.   Gangguan kecemasan.

5.   Hilangnya motivasi untuk beraktivitas.

6.   Peningkatan risiko gangguan mental, seperti depresi.


Kaitannya Dengan Teori

Dalam kasus tersebut, kita dapat menelaah melalui Teori Strain Deviance dan Anomie Robert K. Merton yang mengadaptasi konsep anomie dari Emile Durkheim dan mengembangkannya menjadi teori strain untuk menjelaskan bagaimana struktur sosial dapat menciptakan tekanan (strain) yang mendorong individu ke dalam perilaku menyimpang (deviant behavior). Meskipun lebih sering digunakan untuk menjelaskan kejahatan ekonomi, teori strain juga dapat diterapkan pada pelecehan. Ketika individu merasa frustasi karena tidak dapat mencapai tujuan yang ditetapkan oleh masyarakat melalui cara-cara yang sah, mereka mungkin beralih ke perilaku menyimpang, termasuk pelecehan, sebagai cara untuk mengekspresikan ketegangan tersebut. Melalui tindakan yang dilakukan Adi kepada Nimas bisa dikatakan sebagai tindakan cyber sexual harassment. 

 

Pendapat dari Dosen: (Hariyadi, S.Sos., M.A., Ph.D.)

Menurut pendapat dosen Sosiologi yaitu bapak Hariyadi, S.Sos., M.A., Ph.D. “yang membuat kesehatan mental memburuk karena banyak orang yang tidak menyadari akan kesehatan mental. Sering kali banyak orang tidak bisa membedakan kesehatan mental dengan gangguan mental. kesehatan mental memang kadang dampak dari gangguan mental, pada kasus ini korban tidak ada gangguan mental namun secara mental dia terteror oleh pelaku, dan justru bisa jadi si pelaku yang mengalami gangguan mental. dalam kasus ini pelaku memiliki gangguan mental namun terpicu dengan kejadian yang dialami dengan korban (N) dan dalam kasus ini juga terdapat 2 keyakinan, pelaku yang yakin bahwa N menyukai dirinya sedangkan N yang tidak merasakan hal itu. dari segi korban solusi terbaik untuk mengatasi kasus ini harus berkomunikasi dengan lingkungannya atau dengan yang profesional atau N sebagai korban bisa membawa kasus ini ke pihak hukum atau bisa juga dengan komunikasi dengan pelaku secara baik-baik namun diawasi dengan pihak ketiga (keluarga).

 

Referensi

https://x.com/tipsdantrip/status/1791736009568256146

https://criminologyweb.com/strain-anomie-theory-in-criminology-and-sociology-by-robert-k-merton/


••••••••••••••••••

KBMS 2024

Pengembangan Intelektual

Kabinet Samudera Bahtera

Respect 

 

Komentar