Ki Hajar Dewantara Muda di Tengah Pandemi: Perjuangan Relawan Pengajar dalam Berkontribusi Nyata Mencerdaskan Kehidupan Bangsa di Masa Pandemi COVID-19


Kemerdekaan dalam bidang pendidikan masih menjadi permasalahan utama di negeri ini. Keterbatasan-keterbatasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan kerap dirasakan oleh sebagian besar masyarakat khususnya dari kalangan kelas sosial dan ekonomi rendah. Adanya ketidakmerataan penyediaan fasilitas pendidikan memicu hasil yang tidak maksimal pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kontribusi pemerintah dalam membangun pendidikan yang dapat diakses bagi semua orang dinilai tidak kompatibel, sehingga kritik pedas dan keras terus berdatangan dari berbagai kalangan masyarakat. 

Tuntutan masyarakat atas carut-marutnya isu pendidikan yang ditujukan kepada pemerintah didasarkan pada realitas sosial (das sein) yang tidak sesuai dengan instrumen hukum yang berlaku (das sollen). Padahal, dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 secara tegas telah menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas terjaminnya hak memperoleh pendidikan bagi warga negaranya serta pembiayaan pendidikan dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia (WNI) harus dipenuhi oleh pemerintah.

Kondisi pandemi COVID-19 yang berlangsung selama satu tahun terakhir ikut memperberat permasalahan pendidikan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada survei dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) tahun 2020 yang menyatakan bahwa sebanyak 938 anak di Indonesia atau 1% dalam kategori usia 7-18 tahun mengalami putus sekolah dikarenakan pandemi COVID-19 (Jayani, 2021). Survei yang sama juga menunjukkan bahwa sebesar 74% anak tidak mampu melanjutkan pendidikan akibat kondisi ekonomi yang tidak mencukupi. 

Anak-anak dengan tingkat ekonomi yang rendah mengalami tantangan besar pada pendidikan jarak jauh (PJJ) yang mengharuskan peserta didik mempunyai alat komunikasi (handphone, laptop, atau komputer) sebagai media pembelajaran. Koneksi jaringan internet yang belum memadai juga ikut berperan besar menghentikan langkah anak-anak untuk melanjutkan pendidikannya. Problematika orangtua yang merasa keberatan mengajarkan anaknya di rumah selama pembelajaran daring mendorong pernyataan protes kepada menteri pendidikan. 

Dilansir dari VOA Indonesia, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) merespon keluhan-keluhan terkait permasalahan pembelajaran daring dengan memberikan izin sejak Juni 2021 kepada 63% dari 540.979 sekolah yang berlokasi di wilayah PPKM level 1-3 agar dapat kembali belajar secara tatap muka. Namun, pemberlakuan pembelajaran tatap muka bukan solusi akhir yang secara jitu menyelesaikan semua masalah pendidikan yang dihadapi di masa pandemi COVID-19. Nasib 47% sekolah lainnya disertai dengan sekolah-sekolah yang belum terdaftar di data kementrian menjadi titik puncak permasalahan bagi semua pihak. 

Rumitnya permasalahan pendidikan yang dihadapi Indonesia di tengah pandemi COVID-19 tidak akan terselesaikan jika terus menunggu pihak pemerintah mengeluarkan kebijakannya. Begitupun aksi protes tanpa solusi terhadap pemerintah juga tidak dapat dijadikan jalan keluar bagi anak-anak yang sedang kesusahan dalam memperoleh pendidikan. Dari hal ini, dunia pendidikan membutuhkan sosok pahlawan yang berkontribusi nyata untuk mengatasi segala permasalahan yang hadir selama pandemi COVID-19 berlangsung.

Pahlawan yang berada di garda terdepan pendidikan dan siap membantu pelajar Indonesia demi memperoleh hak pendidikannuya. Sosok pahlawan ini adalah para guru atau relawan pengajar yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran demi menyelamatkan pendidikan di Indonesia selama masa pandemi COVID-19 berlangsung. Menurut Tjandrasasmita (1983:19), pahlawan merupakan seseorang yang sudah memperoleh suatu hasil dari usaha kerja kerasnya demi kepentingan orang lain.  

Dasar dari sikap seorang pahlawan, yaitu menurunkan ego pribadi yang akan mengutamakan kepentingan bersama terutama kepentingan bangsa. Dalam hal ini, karakter kuat seorang relawan pengajar mendorong dirinya menolak limitasi-limitasi dalam mengedukasi anak-anak Indonesia. Perjuangan keras bagi relawan pengajar dilakukan demi mewujudkan tujuan nasional Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Keberhasilan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara secara implisit telah menetap di diri para relawan pengajar. Konsep-konsep pendidikan yang dimaksud, yaitu Ngerti, Ngroso lan Nglakoni. Konsep ini diartikan bahwa pendidikan tidak hanya persoalan intelektual yang dikembangkan saja secara kognitif (konsep ngerti). Menurut Ki Hajar Dewantara diperlukan konsep yang menyeimbangkan, yaitu ngroso (afeksi), dan nglakoni (psikmotorik). Ketiga konsep pendidikan (Ngerti, Ngroso lan Nglakoni) mengajarkan bahwa manusia harus belajar mulai dari memahami akal, perasaan, dan menggunakan kemampuannya untuk bermanfaat bagi masyarakat (Suparlan, 2015: 59). 

Penguasaaan ketiga konsep ini masing-masing secara nyata telah diimplementasikan secara nyata oleh para relawan pengajar. Dari konsep ngerti, relawan pengajar sudah menguasai ilmu pengetahuan dasar dalam dirinya. Selanjutnya, konsep ngroso ditunjukkan relawan pengajar melalui perasaan saling peduli yang tinggi bagi anak-anak Indonesia yang terdampak di bidang pendidikan selama pandemi COVID-19. Terakhir, nglakoni diwujudkan dengan aksi nyata memberikan edukasi bagi anak-anak Indonesia di tengah pandemi COVID-19. Dalam hal ini, para relawan pengajar dapat diakui sebagai pahlawan masa kini yang tengah menyelamatkan pendidikan di masa yang sedang sulit dari dampak pandemic COVID-19.

Penyematan titel “relawan” dalam mengabdi untuk mengedukasi anak-anak di Indonesia tidak sekadar asal mengklaim diri, melainkan diperlukan rangkaian proses panjang agar membentuk pribadi yang berkualitas sebagai pengajar. Salah satunya proses rekrutmen dari organisasi Indonesia Mengajar. Tahapan proses seleksi sangat panjang dan ketat. Tahap pertama diawali dengan pengisian biodata diri di aplikasi dan situs resmi Indonesia Mengajar. Selanjutnya, calon relawan pengajar mengisi pengalaman organisasi yang pernah ditempuh dan menulis esai mengenai voluntarisme yang ingin dijalankan sesuai ketentuan penulisan STAR (situation, task, dan result). 

Setelah dinyatakan masuk ke seleksi selanjutnya, calon relawan pengajar perlu menjalankan berbagai tes, antara lain TPA (Tes Potensi Akademik), wawancara, FGD (Focus Group Discussion), microteaching, diskusi kelompok, dan psikotest. Persaingan antara pendaftar sangat ketat, yaitu dari 21 ribu orang hanya 200 orang saja yang diterima. Segala rangkaian seleksi yang dijalankan para relawan pengajar hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan aksi nyata yang nantinya akan dilakukan secara langsung di lapangan.

Kenyataan di lapangan yang dihadapi relawan pengajar tidak memberhentikan perjuangannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi anak-anak Indonesia. Kisah Tiara Yogiarni dari Dinas Komunikasi dan Informatika merupakan bukti nyata bahwa relawan pengajar menjadi sosok pahlawan yang pantang menyerah demi pendidikan Indonesia. Pengabdian Tiara di Dusun Bibis, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta mengharuskan dirinya berjalan kaki sejauh tujuh kilometer melewati daerah dusun. 

Desa yang menjadi tempat pengabdiannya sama sekali tidak memiliki transportasi dikarenakan medan wilayah yang tidak memadai. Koneksi jaringan di wilayah ini juga sangat tidak stabil, sehingga dirinya tidak dapat menggunakan alat komunikasi di tempat tersebut. Rasa humanisme yang tinggi pada diri Tiara sebagai relawan pengajar di Dusun Bibis meningkatkan semangatnya dalam mengajar. Bahkan, ia rela menyempatkan dirinya untuk menghadiri kelas dua jam sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

Dalam upaya membantu pembelajaran bagi para pelajar Indonesia secara daring, banyak organisasi, komunitas, atau instansi yang turut bergerak merekrut relawan pengajar untuk membantu proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar via Zoom meeting, Google meet, dan aplikasi daring lainnya. Melalui program Mengajar Dari Rumah (MDR) dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, para mahasiswa ataupun alumni mahasiswa berusia berusia maksimal 40 tahun direkrut sebagai relawan pengajar mudayang akan mengajarkan anak-anak dari tingkat TK- SMP di berbagai wilayah Indonesia secara daring. Program ini telah berjalan sejak tahun 2020-2021 dan memberikan dampak besar bagi anak-anak di Indonesia yang kesulitan menjalankan pembelajaran mandiri (self-learning) dari penetapan kebijakan pembelajaran jarak Jjauh (PJJ).

Pandemi COVID-19 bukanlah akhir dari realisasi konsep “Taman Siswa” yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara untuk memberdayakan anak-anak Indonesia. Hal ini dikarenakan eksistensi relawan pengajar dalam pendidikan di Indonesia secara tidak langsung sedang merintis “Taman Siswa”  masa kini dengan prinsip "Konsep Trilogi Kepemimpinan". Menurut Kumalasari (2010: 56), trilogi kepemimpinan, antara lain ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, serta tut wuri handayani

Konsep ini menggambarkan sosok relawan pengajar yang mencerminkan dirinya sebagai sosok di depan yang harus menjadi teladan bagi orang lain, di tengah-tengah bersemangat dalam menjalankan tanggung jawab, dan di belakang mampu mengarahkan orang lain yang dipimpinnya dengan baik (siswa yang diajarkan). Relawan pengajar sebagai guru sudah mencoba usaha maksimal yang dapat diberikan dirinya bagi kehidupan pendidikan di Indonesia baik secara daring maupun tatap muka.

Kondisi relawan pengajar di Indonesia yang berjuang keras melewati tantangan selama pandemi COVID-19 menjadi langkah awal evaluasi bersama bagi semua elemen di negara Indonesia. Masyarakat khususnya anak muda perlu meneladani sikap para relawan pengajar dengan menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak hanya memberikan komentar tanpa aksi nyata di media sosial, melainkan cepat tanggap memaksimalkan kemampuan diri agar bermanfaat bagi anak-anak yang belum mendapat hak pendidikannya. 

Kemudian, pemerintah perlu meningkatkan fasilitas dan penambahan jumlah sekolah-sekolah yang layak di berbagai wilayah Indonesia secara merata. Permasalahan akses transportasi disertai jaringan internet yang sangat minim menjadi pokok tugas utama pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan pendidikan bagi masyarakat. Modernisasi pendidikan memang harus terus berjalan, tetapi hak-hak pendidikan lebih baik dipenuhi terlebih dahulu. Oleh karena itu, demi mewujudkan edukasi tanpa limitasi di tengah pandemi diperlukan sosok-sosok pahlawan baru yang siap menjawab segala tantangan pendidikan yang bermunculan.


Referensi

Firman. (2020). “Program Mengajar Dari Rumah (MDR), Kontribusi Insan Bidikmisi di Masa Pandemi”. Kemdikbud.go.id. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/program-mengajar-dari-rumah-mdr-kontribusi-insan-bidikmisi-di-masa-pandemi/. (Diakses pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 22.00 WIB di Depok).

Jayani, Dwi Hadya. (2021). “938 Anak Indonesia Putus Sekolah Akibat Pandemi Covid-19”. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/04/08/938-anak-indonesia-putus-sekolah-akibat-pandemi-covid-19. (Diakses pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 03.00 WIB di Depok).

Kumalasari, D. (2010). Konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan taman siswa (tinjauan humanis-religius). ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Sejarah8(1). (Diakses pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 03.40 WIB di Depok).

Madrim, Sasmito. (2021). “Menteri Pendidikan: 63% Sekolah Boleh Belajar Tatap Muka Terbatas”. VOA Indonesia. https://www.voaindonesia.com/a/menteri-pendidikan-63-sekolah-boleh-belajar-tatap-muka-terbatas/6012418.html. (Diakses pada Rabu, 8 Desember 2021 pukul 13.00 WIB di Depok).

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. (2006). Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. https://www.mkri.id/public/content/infoumum/regulation/pdf/UUD45%20ASLI.pdf. (Diakses pada Rabu, 8 Desember 2021 pukul 04.40 WIB di Depok).

Putri. Widya Finola Ifani. (2021). “Perjuangan Relawan Pengajar Jangkau Anak-anak di Pelosok Desa”. Medcom.id.https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/ybJOwXak-perjuangan-relawan-pengajar-jangkau-anak-anak-di-pelosok-desa. (Diakses pada Rabu, 8 Desember 2021 pukul 23.10 WIB).

Suparlan, H. (2015). Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan sumbangannya bagi pendidikan indonesia. Jurnal Filsafat25(1), 56-74. (Diakses pada Rabu, 8 Desember 2021 pukul 03.00 WIB di Depok).

Tjandrasasmita, Uka. (1983). “Beberapa Saran untuk Penggarisan Pola Penulisan Biografi Pahlawan Nasional” dalam Pemikiran Biografi, Kepahlawanan dan Kesejarahan Suatu Kumpulan Prasaran Pada Berbagai Lokakarya Jilid I. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. (Diakses pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 02.12 WIB di Depok).

*) Penulis merupakan mahasiswa Sosiologi FISIP Unsoed tahun angkatan 2020

Komentar