Melihat Bobroknya Pendidikan di Indonesia

Sumber ilustrasi: The Global Education Monitoring Report 2017

Pendidikan adalah ujung tombak negara untuk dapat berkembang menjadi negara yang lebih baik lagi dalam segala bidang. Dengan pendidikan, negara dapat menjadi lebih maju, masyarakat menjadi lebih sejahtera serta menjadi lebih modern. Hal tersebut sudah terbukti sejak zaman dahulu.

Sekitar seribu tahun lalu, peradaban islam klasik berkembang sangat pesat. Hal itu dikarenakan ilmu pengetahuan yang sangat maju karena disokong oleh pendidikan yang baik. Para sultan yang memimpin di kerajaannya masing-masing lebih mengutamakan bidang pendidikan dibanding bidang lainnya seperti militer. Padahal pada masa itu, bidang militer sangatlah krusial bagi sebuah kerajaan atau kesultanan karena posisi mereka yang bisa saja diserang tiba-tiba. Dengan kebijakan tersebut, para sultan berhasil menjadikan kesultanannya berkembang pesat dan masyarakat pun hidup tentram dan makmur.

Sekitar 800 tahun kemudian, di benua Eropa tepatnya di Inggris terjadi revolusi industri. Hal tersebut muncul, tidak lain tidak bukan, karena pendidikan. Pada masa itu, pendidikan sudah terstruktur: sudah ada sekolah dan universitas, serta masyarakat memiliki kesadaran penuh jika Pendidikan adalah penting. Akhirnya, lahirlah para cendekiawan serta penemu hebat, yang memajukan negara inggris dan nantinya mempengaruhi dunia modern saat ini.

Sampai masa ini pun pendidikan terbukti berpengaruh bagi kemajuan sebuah negara. Apabila pendidikan negara tersebut baik, negara tersebut sejahtera dan makmur. Sebaliknya, apabila pendidikannya buruk, negara akan mengalami keterbelakangan. Hal ini terbukti dari peringkat pendidikan dunia: peringkat empat besar sistem pendidikan dunia terbaik secara berurutan adalah Korea Selatan, Jepang, Singapura, Hongkong (Cermati, 2020). 

Semua negara tersebut adalah negara yang modern, hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan mendorong negara menjadi negara yang maju. Pendidikannya sangat diperhatikan di keempat negara tersebut, mulai dari anggaran yang sangat besar, pemenuhan fasilitas prasarana dan sarana yang sangat memadai, dan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kecerdasan murid. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Pada tahun 2020, Indonesia menduduki posisi ke-70 dari total 93 negara yang diurutkan (Khairifah, 2020). Dari posisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan di indonesia masih sangat kurang, mulai dari sistem pendidikan, tenaga pengajar, hingga fasilitas prasarana dan sarana pendidikan.

Sistem Pendidikan Indonesia

Menurut Mohammad Abduhzen, pendidikan di Indonesia sangat kaku dan tidak bermakna (Dewi, 2020). Penerapan pendidikan di Indonesia sangat terpaku pada standar-standar, target muatan kurikulum, hampa makna, dan kurang pragmatis (Dewi, 2020). Sistem pendidikan di Indonesia kurang fleksibel,  sehingga guru dan pengajar sulit menuangkan ide yang dimilikinya ke dalam metode belajar yang diinginkan. Kekakuan tersebut terjadi dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Disebut kaku karena siswa masih disuruh untuk menghafal materi dibanding memahami dan mengembangkan materi yang diberikan. 

Meskipun begitu, sistem tersebut sudah berkurang sedikit karena ada Kurikulum 2013. Akan tetapi, keberadaannya tidak memberikan dampak yang terlalu besar, malah banyak murid yang terbebani karena guru tidak memberikan penjelasan secara terperinci dan menyuruh muridnya untuk mencari materi di internet. Kenyataan tersebut memberi tahu bahwa penerapan Kurikulum 2013 tidak sesuai seperti yang diharapkan.

Dalam masa pandemi, kekakuan tersebut makin menjadi-jadi karena semuanya serba daring. Pada bidang pendidikan, proses belajar-mengajar sampai administrasi sekolah dilakukan secara daring. Pembelajaran secara daring menyempitkan ruang guru dan tenaga pengajar lainnya untuk mengembangkan ide dalam hal pembelajaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kemampuan baik soft skill dan hard skill siswa.

Proses belajar mengajar tersebut juga banyak sekali kekurangannya. Pertama, kebanyakan guru yang mengajar hanya memberikan materi dan menjelaskannya sedikit sekali. Itu pun tidak secara terperinci dan mendetail. Justru, guru memberikan tugas berlebihan yang sangat membebani murid. Bahkan ada kasus murid meninggal yang bunuh diri karena stres dengan banyaknya tugas. Kedua, sistem pembelajaran daring memiliki banyak celah untuk murid dalam mengerjakan tugas dan tes yang diberikan secara tidak jujur. Dalam sistem pembelajaran daring, guru tidak mengawasi secara langsung proses pengerjaan tugas dan tes yang diberikan sehingga murid memiliki kesempatan untuk berlaku curang. Ketiga, sistem pendidikan daring juga memberatkan orang tua sebagai pemberi nafkah murid. Dengan adanya pembelajaran daring, pengeluaran orang tua menjadi bertambah. Keempat, pembelajaran daring membuat orang susah makin susah. Banyak murid dari kalangan bawah putus sekolah saat pandemi virus corona karena tidak sanggup membeli kuota untuk belajar. Mereka sudah terbebani dengan memikirkan susahnya mencari makan dan ditambah membeli kuota belajar. Sehingga, mereka putus sekolah karena tidak bisa membeli kuota belajar.

Selain sistem ajar-mengajar yang kurang, sistem penerimaan siswa juga dinilai masih banyak masalah, khususnya di daerah Jakarta. Sistem penerimaan siswa di daerah tersebut dilakukan dengan zonasi menggunakan kriteria umur. Semakin tua umur seseorang semakin besar peluangnya untuk diterima di sekolah negeri. Tingginya nilai yang diperoleh oleh siswa yang telah melakukan ujian nasional dan sebagainya tidak berpengaruh untuk seleksi penerimaan siswa baru. 

Masyarakat menilai sistem tersebut sangat mengada-ngada karena kerja keras yang telah dilakukan siswa untuk mendapatkan nilai yang tinggi akan menjadi sia-sia. Siswa-siswi yang telah melakukan kerja keras tersebut merasa dikhianati oleh sistem pendidikan yang tiba-tiba berubah. Nantinya, sistem tersebut akan menimbulkan berbagai macam masalah seperti turunnya semangat siswa dalam belajar dan bisa saja pengajar dengan orang yang diajar sepantar  yang nantinya membuat proses belajar mengajar menjadi canggung.

Tenaga Pengajar

Guru sebagai tenaga pengajar sangat penting bagi pendidikan di Indonesia. Untuk memajukan pendidikan Indoesia, guru memiliki peran yang krusial. Tanpa adanya guru, kemajuan pendidikan di Indonesia tidak bisa tercapai. Lalu bagaimana kondisi guru sebagai tenaga pengajar di Indonesia?

Kualitas dan jumlah guru masih kurang. Dari segi jumlah, ketersedian guru untuk Indonesia yang sangat luas ini masih kurang. Sebenarnya, apabila hanya melihat keberadaan guru di daerah perkotaan, jumlah guru sangat memadai, bahkan berlebihan. Akan tetapi, berbeda dengan jumlah guru yang ada di daerah-daerah yang jauh dari kota. Di daerah seperti itu, jumlah guru sangat terbatas, bahkan tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan sekaligus ketidakmerataan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dari segi kualitas, kualitas guru di Indonesia juga buruk. Dari tahun 2012 sampai 2015, sebanyak 1.3 juta dari 1.6 juta guru yang mengikuti Uji Kompetensi tidak memenuhi nilai minimum (Revina, 2020). Artinya, yang memenuhi kompetensi mengajar hanya ada sebanyak 300.000 guru saja. Angka tersebut sangat mengkhawatirkan karena guru merupakan profesi yang sangat penting untuk memajukan bangsa. 

Rendahnya kualitas guru dikarenakan proses perekrutan guru yang tidak fokus ke pemilihan tenaga pendidik, melainkan pemenuhan tuntutan kebutuhan aparatur sipil Negara (Revina, 2020). Selain itu, penetapan guru sebagai ASN juga berpengaruh terhadap turunnya kualitas guru karena  menyebabkan peran ganda profesi guru. Sehingga, ada saja orang yang hanya tertarik dengan jabatan sebagai pegawai pemerintah, tetapi tidak memiliki minat menjadi guru yang nantinya akan menyebabkan kondisi pendidikan semakin buruk.

Selain pada masalah kualitas dan kuantitas, Indonesia masih memiliki PR di kesejahteraan guru. Sebenarnya, kesejahteraan guru negeri sudah tercukupi. Akan tetapi, bagi guru honorer jauh untuk dibilang cukup. Guru honorer tidak mendapatkan tunjangan seperti guru negeri, hanya mendapatkan gaji sesuai UMR, bahkan di bawahnya. Seperti yang baru-baru ini viral di media sosial tentang gaji guru honorer yang sangat rendah. Gaji guru honorer yang viral tersebut memiliki nominal Rp. 300.000 per bulan, bahkan ada yang lebih rendah dari nominal tersebut. Kejadian tersebut hanya sebagian kecil contoh dari rendahnya kesejahteraan guru honorer.

Fasilitas Prasarana dan Sarana Pendidikan Indonesia

Fasilitas sarana dan prasarana sangat penting untuk kegiatan belajar-mengajar yang ada di sekolah. Sarana dan prasarana yang memadai akan membuat siswa, guru, dan tenaga pengajar lainnya menjadi nyaman dalam proses belajar-mengajar. Ketika sudah nyaman, proses belajar mengajar akan semakin lancar. Namun, di Indonesia masih ada sekolah yang tidak memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Apalagi di daerah terpencil yang fasilitas prasarana dan sarananya sangat minim sekali.

Apabila kalian pernah menonton film Laskar Pelangi, kalian pasti tahu seberapa buruk fasilitas prasarana dan sarana sekolah di daerah yang jauh dari kota. Kira-kira seperti itulah gambaran buruknya fasilitas prasarana dan sarana yang ada di Indonesia. Mulai dari atap gedung sekolah yang bocor, meja dan kursi yang sudah rapuh, tidak lengkapnya buku di perpustakaan, teknologi dan informasi yang masih ketinggalan jauh, dan segudang masalah lainnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat semangat belajar siswa daerah yang jauh dari kota tinggi mungkin lebih tinggi dari siswa yang ada di kota.

Buruknya fasilitas prasarana dan sarana sekolah di daerah yang jauh dari kota membuat mutu pendidikan di daerah yang jauh dari kota buruk.  Karena buruknya fasilitas prasarana dan sarana menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar. Murid menjadi tidak nyaman saat belajar di sekolah dan akhirnya, semangat untuk belajar menjadi turun.

Kesimpulan

Pendidikan Indonesia sangat jauh dari kata baik apalagi sempurna. Hal ini bisa dilihat dari sistem pendidikan yang penuh masalah seperti tenaga pengajar atau guru yang kualitas, kuantitas, dan kesejahteraannya memperihatinkan hingga fasilitas prasarana dan sarana yang masih kurang memadai. Jika semua masalah pendidikan Indonesia tersebut tidak diatasi, Indonesia tidak akan bisa menjadi negara maju seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, apalagi Amerika Serikat. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah dengan dibantu masyarakat harus mengeluarkan semua kebijaksanaan, kekuatan, dan  kekayaan agar bisa menghasilkan pendidikan Indonesia yang terbaik dari yang terbaik.

Referensi

Cermati.com. 2020. “20 Negara Dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia”. https://www.cermati.com/artikel/20-negara-dengan-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia

Dewi, Retia Kartika. 2020. “Saat Sistem Pendidikan di Indonesia Dinilai Kaku dan Hampa Makna....”. https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/03/092800965/saat-sistem-pendidikan-di-indonesia-dinilai-kaku-dan-hampa-makna?page=all

Khairifah, Vera. 2020. “Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia Ada di 10 Negara Ini”. https://www.cekaja.com/info/sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia

Revina, Shintia. 2020. “Mengapa Kualitas Guru di Indonesia Masih Rendah?”. https://magdalene.co/story/mengapa-kualitas-guru-di-indonesia-masih-rendah 

*) Penulis merupakan mahasiswa Sosiologi FISIP Unsoed tahun angkatan 2020

Komentar