Oleh : Dwi Nur Iqbal (Sosiologi 2018)
Banyumas,
jika kita mendengar namanya tentu hal yang langsung ada di kepala kita adalah
perihal makanan khasnya Mendoan dan bahasa Ngapak. Akan tetapi sebenarnya bukan
itu saja hal besar yang berasal dari kabupaten ini. walaupun memang tidak dapat
kita pungkiri jika selama ini Mendoan dan bahasa Ngapak telah menjadi sebuah icon yang melekat dengan nama Banyumas.
Belum banyak yang mengetahui jika sebenarnya kabupaten Banyumas memiliki
potensi besar lainya selain dua hal yang telah disebutkan diatas. Sesuatu yang bahkan
telah diakui sebagai nomor satu di dunia namun di negeri sendiri justru belum
begitu terkenal namanya. Sesuatu itu adalah gula kelapa atau masyarakat
setempat lebih mengenalnya dengan sebutan gula
jawa. Jika kabupaten Purbalingga memiliki bulu mata yang dapat membawa
namanya ke dunia internasional, maka Banyumas memiliki gula kelapa yang
kemudian dapat menjadi sebuah kebanggan karena telah mampu menembus pasar
internasional.
Pemerintah
kabupaten Banyumas sebenarnya telah menaruh perhatiannya sendiri kepada
industri yang satu ini, khusunya untuk para penderes (orang yang menyadap nira).
Hal itu dapat dibuktikan dengan dikeluarkannya kartu penderes. Kartu ini
berfungsi seperti kartu jaminan keselamatan dalam bekerja. Tentu saja itu
dilakukan karena pemerintah sadar jika pekerjaan sebagai penyadap nira memiliki
resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Pemerintah Banyumas sendiri telah
menganggakan 1,2 miliyar untuk progam ini. Jika terjadi kecelakaan pada saat
menyadap nira penderes bisa mendapatkan uang jaminan sebesar 5 juta untuk
korban meninggal, dan 10 juta untuk korban cacat. Bukan itu saja, pemerintah
Banyumas juga sedang berusaha mengembangkan satu jenis pohon kelapa yang bisa
mempermudah kinerja para penderes. Pohon kelapa ini nantinya akan tumbuh tidak
terlalu tinggi, berbeda dengan pohon kelapa kebanyakan di Banyumas. Jika hal
tersebut berhasil tentunya itu merupakan suatu berkah bagi para penderes.
Walaupun
pemasarannya telah mendunia akan tetapi hal tersebut tidak lantas membuat
penggiat industri gula kelapa khusunya penderes dapat merasakan kesejahteraan.
Kebanyakan dari mereka bahkan hidup dibawah garis kemiskinan. Lantas sebenarnya
apa yang terjadi? Mengingat harga gula kelapa dipasaran yang terbilang cukup
tinggi mengapa kesejahteran bagi penderes belum tercapai? Mungkin jawabannya
adalah masih adanya tengkulak yang bermain dalam industri yang satu ini.
Mereka, para tengkulak mengumpulkan gula kelapa dari para penders dengan harga
yang murah namun kemudian dijualnya dengan harga yang tinggi dipasaran. Kenapa
para penderes mau menjualnya kepada tengkulak? Mungkinkah mereka mengalami
kesulitan untuk memasarkan gula kelapanya? Entahlah, hal tersebut seharusnya
menjadi tanggung jawab pemerintah setempat. Pemerintah Banyumas harusnya dapat mendampingi
mereka untuk memasarkna produknya.
Pekerjaan menjadi penderes bukanlah hal yang
mudah, bahkan taruhan dari pekerjaan ini adalah nyawa. Mengapa demikian ?
bayangkan saja setiap hari seorang penderes harus berhadapan atau memanjat
sedikitnya 24 pohon kelapa yang rata-rata memiliki tinggi 10-15 meter untuk
dapat mengambil nira yang merupakan bahan baku pembuatan gula kelapa. Sebagai
catatan, kebanyakan penderes khusunya di
kabupaten Banyumas memanjat pohon kelapa tanpa menggunakan alat pengaman sama
sekali. Dengan risiko yang begitu tinggi,tentunya hasil yang mereka dapatkan
tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan.
Bahkan
pada saat ini keberadaan gula kelapa mulai terancam dengan kemunculan gula
rafinasi. Apa itu gula rafinasi ? gula rafinasi adalah salah satu jenis gula
sukrosa yang diproduksi melalui tahapan awal gula mentah, meliputi proses
pelarutan kembali, klarifikasi, dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi, pengeringan
dan pengemasan. Gula rafinasi memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi
ketimbang gula kebanyakan. Oleh karena itulah kemudian keberadaanya dapat
mengancam pemasaran gula kelapa. Padahal jika kita lihat dari sisi kesehatan,
maka gula kelapa lebih baik ketimbang gula rafinasi. Bukan saja perihal gula
rafinasi, industri gula kelapa sendiri juga mulai mengalami perubahan dari segi
pembuatannya. Pada saat ini banyak home industri gula kelapa yang menyampurkan
bahan non organik dalam pengolahannya. Hal tersebut tentunya memang
menguntungkan, akan tetapi itu juga dapat menurunkan kualitas dari gula kelapa.
Penderes dan tukang indel (orang yang mengolah air nira menjadi gula) lah yang
kemudian orang yang paling dirugikan dengan pengolahan gula kelapa yang seperti
itu.
Pemerintah
Banyumas tentunya harus mencarikan cara agar kesejahteraan para penderes dapat
terjamin. Saya sendiri sebagai penulis akan merasa senang jika kemudian gula
kelapa dapat bersanding dengan Mendoan, dan bahasa Ngapak menjadi icon dari kabupaten Banyumas. Karena
jika seperti itu maka gula kelapa akan memiliki tempat tersendiri dimasyarakat,
khususnya masyrakat Banyumas. Jika hal tersebut dapat terjadi maka saya yakin,
secara tidak langsung itu dapat meningkatkan kesejahteraan penderes
Banyumas. Jika gula kelapa bisa menjadi
yang nomor satu di dunia, kenapa di Indonesia tidak? Dalam pemilihan bupati
Banyumas kemarin saya telah mendengar bahwa isu gula kelapa atau penderes telah
menjadi suatu isu besar yang dimainkan dalam konstestasi ini. saya tentunya
berharap para elite tidak hanya memberikan janji kepada penderes, akan tetapi
kemudian dapat merealisasikan janjinya untuk mensejeahterakan mereka.
Bagaimanapun kondisi penderes saat ini, jika tidak ada mereka maka gula kelapa
tidak akan ada dipasaran, dan jika tidak ada gula kelapa dipasaran maka tidak
akan ada lagi orang yang bisa menikmati enaknya pecel atau gado-gado.
Daftar Pustaka :
https://money.kompas.com/read/2011/07/29/02442655/Rafinasi.Vs.gula.Kristal.Putih,diakes pada tanggal 26 Mei 2019 pukul 09:00 WIB.
Komentar
Posting Komentar