(Thomy Adam, 2013)
Berbicara
pemuda tidak mungkin bisa terlepas dari pokok permasalahan utamanya yaitu
pendidikan dan lapangan pekerjaan. Jika kita tengok pemuda di perkotaan dan di
pedasaan, sama-sama memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah pendidikan
dan lapangan pekerjaan, namun jika kita amati secara khusus perbedaan yang
mencolok antara pemuda di kota dan pedesaan adalah gaya hidupnya atau yang biasa
kita sebut life style. Kebudayaan yang berbeda itu lah yang nantinya akan mempengaruhi
pola pikir pemuda disuatu tempat bahkan sampai bentuk tindakan atau perilakunya
akan dipengaruhi dari kebudayaan yang ada di lingkungan tersebut. Dia akan
terbentuk sedemikian rupa.
Permasalahan pemuda di pedesaan dan
perkotaan hampir secara umum sama yaitu permasalahan pendidikan dan lapangan
pekerjaan. Namun yang menarik untuk dibahas disini adalah permasalahan pemuda
di perkotaan yang putus sekolah. Pedahal secara akses atau jangkauan untuk
mencapai sebuah sekolah atau lembaga pendidikan sangatlah dekat bahkan
jumlahnya banyak di banding yang berada di pedasaan, mereka sangat jauh dari
lembaga atau institusi pendidikan jikalau ingin mengakses, bahkan ketersediaan
di lapangannya pun sangat lah terbatas.
Berangkat dari permasalahan pemuda
secara umum yaitu pendidikan dan lapangan pekerjaan dan telah dibandingkan
dengan permasalahan pokok pemuda di kota dan di desa, oleh karena itu tulisan
saya disini akan lebih di fokuskan ke permasalahan pemuda di perkotaan, khususnya
di daerah rumah saya sendiri di wilayah bintaro jak-sel. Permasalahan pemuda
didaerah rumah saya lebih banyak di lapangan pekerjaan yang sedikit, namun hal
ini juga harus kita lihat lagi mengapa para pemuda di daerah saya sangat sulit
dalam mendapatkan pekerjaan. tingkat pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi
orang dalam memperoleh pekerjaan yang layak, orang yang tingkat pendidikannya
tinggi saja masih sulit dalam mendapatkan pekerjaan apalagi orang yang tingkat
pendidikannya rendah. Lantas apakah yang menyebabkan tingkat pendidikan pemuda
di daerah saya rendah sehingga menyebabkan banyaknya teman-teman saya yang
menjadi pengangguran atau bekerja tidak tetap? Secara ekonomi teman-teman saya
bisa dikatakan mampu untuk mengakses pendidikan dasar sd-sma di Jakarta
walaupun banyak juga teman-teman saya yang dapat di golongkan orang tidak
mampu. Permasalahan ekonomi memang menjadi salah satu factor mengapa orang
tersebut bisa tidak melanjutkan sekolah atau tingkat pendidikannya rendah. Namun
yang akan saya bahas disini adalah factor lingkungan atau konstruksi masyarakat
yang menyebabkan pemuda di daerah saya banyak yang putus sekolah atau tidak
bersekolah.
Ada
sebanyak 25 orang teman seangkatan/seumuran saya yang tinggal di daerah saya,
banyak dari mereka ada yang melanjutkan ke smp,sma bahkan universitas, ada juga
yang hanya sampai smp atau sma saja. tetapi dari 25 orang tersebut hampir
rata-rata banyak yang lulusan smp atau tidak melanjutkan ke sma maupun smk.
Yang melanjutkan ke universitas hanya 4 orang termasuk saya, lantas apa yang
menyebabkan banyak teman seumuran saya tingkat pendidikannya sampai smp?,
padahal pemerintah sudah menganjurkan wajib belajar itu 12 tahun di tahun 2009.
Terlepas dari permasalahan ekonomi
yang mempengaruhi tingkat pendidikan pemuda di tempat saya rendah, ada satu
factor lagi yaitu konstruksi sosial masyarakaat atau lingkungan sekitar. Pemuda
disana sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sehingga membentuk suatu
kebudayaan yang baru bahkan hanya turun temurun saja. pemuda yang lebih senior
banyak mempengaruhi kawan-kawan pemuda seumuran saya mulai dari omongan maupun
praktek kehidupannya sehingga mempengaruhi psikologis teman-teman saya. Banyak
dari senior saya yang hanya lulus smp langsung bekerja entah itu jaga parkir,
buka steam, bahkan ada yang jadi preman. Inilah yang sebenarnya banyak dari
kawan-kawan saya yang mengikuti jejak-jejak dari seniornya, dengan alasan
prinsi yang mereka pegang “jika sekolah akan banyak mengeluarkan biaya, mending
tidak usah sekolah dan langsung bekerja walaupun pekerjaannya tidak jelas” ini
lah yang seharusnya menjadi perhatian mengapa pola pikir kawan-kawaan saya
banyak yang terpengaruhi oleh seniornya tersebut.
Jika kita tinjau secara teori ada
salah satu tokoh sosiologi klasik yang bernama emile Durkheim dia yang
menjelaskan tentang fakta sosial di masyarakat bahwa lingkungan atau keadaan
akan mempengaruhi pola pikir bahkan tindakan individu-individu. Mengapa
demikian? Didalam masyarakat ada yang
namanya hukum-hukum sosial atau norma-norma yang berlaku entah itu negative
maupun posistif. Norma itu bisa lahir dikarenakan kebudayaan atau kebiasaan
yang ada di masyarakat. Dimana kebiasaan dimasyarakat daerah saya itu dimana
lebih mementingkan kerja dibanding sekolah, bahkan kebudayaan yang dibangun
oleh masyarakat pemuda di daerah saya cenderung kearah negative. Ini lah yg
bisa dikatakan menjadi salah satu factor rendahnya tingkat pendidikan di
wilayah saya dan banyak yang putus sekolah di tengah jalan. Karena semangat
untuk memperoleh ilmu atau bercita-cita minimal bisa melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi itu kurang dibangun semangatnya. Saya menulis tulisan
ini karena saya prihatin sekali terhadap lingkungan pemuda saya sehingga
membentuk karaktek pemuda dirumah saya bahwa pendidikan atau sekolah sampai
jenjang yang lebih tinggi itu tidak penting. Nah dari sinilah selain factor
kemampuan ekonomi atau ketersediaan fasilitas pendidika(sekolah) ternyata dalam permasalahan di dunia pendidikan jika
kita tinjau secara sosiologis konstruksi sosial juga sangat berpengaruh sekali
terhadap pola pikir dan karakter yang membentuk seorang manusia untuk dapat
melihat bahwa pendidikan itu sangat lah penting walaupun sampai hari ini negara
masih belum bisa menjamin sepenuhnya pemuda Indonesia kita mendapatkan pendidikan
yang layak dan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya.
Komentar
Posting Komentar