RUU Kamnas Bikin Panas

Oleh : Itsnain Ginanjar Bagus S (Sosiologi 2010)

“Sssstt, jangan keras-keras ngritik pemerintahnya, takut ada intel!”


Ketakutan dan kengerian akan hal – hal berbau perlawanan, separatisme, dan hal – hal yang ke – ‘kiri’-an pernah terjadi di Indonesia. Pemerintah kala itu berhasil meredam dan mendisiplinkan seluruh masyarakat untuk tidak berbuat yang aneh – aneh. Sepenuhnya patuh terhadap negara. Tidak patuh, habislah! Itulah Orde Baru. Orde Baru runtuh, masyarakat pun menyambut demokrasi. Merayakan kedatangan era kebebasan berpendapat, berkumpul, dan yang lainnya. Sirnalah rezim otoriter.

Sekitar akhir tahun 2012 masyarakat Indonesia kembali dibuat geger ketika ada wacana pembentukan RUU Kamnas oleh DPR. Pro dan kontra turut serta mengikuti wacana pembentukan RUU KAMNAS tersebut. Bayang – bayang Orde Baru bangkit kembali pun muncul dibenak masyarakat. Berbagai penolakan dari berbagai elemen terus menyeruak dan ditunjukan dengan berbagai cara. Mulai dari aksi demonstrasi oleh mahasiswa, tokoh masyarakat, hingga penolakan oleh para redaktur pelaksana dari berbagai media.

Tidak ada asap jika tanpa api. Semua bentuk kontroversi dan penolakan tentulah ada sebab musababnya. Ya, RUU KAMNAS memang dipandang terdapat kecacatan disana – sini. Dari mulai alasan dan landasan dbentuknya RUU ini. Ada pula yang mencerca habis – habisan butir – butir pasal yang terdapat dalam RUU ini.




Pasal – pasal yang Membuat kontroversi
Memang banyak pasal – pasal  yang menimbulkan kontroversi yang terdapat dalam RUU KAMNAS. Pertama, Pasal 14 ayat 1 yang berbunyi 'Status darurat militer diberlakukan apabila terjadi kerusuhan sosial’. Hal yang menjadi perdebatan adalah, bagaimana dan apa yang dimaksud dengan kerusuhan sosial disini. Pun ketika yang terjadi adalah kerusuhan sosial, bukan seharusnya diselesaikan dengan cara dan jalan militer.

Kedua, Pasal 17 ayat 4 yang berbunyi 'Ketentuan mengenai ancaman potensial dan aktual diatur dengan Peraturan Presiden'. Dengan pasal ini, dapat diartikan jika presiden mempunyai hak ‘suka – suka’ menentukan mana yang termasuk dalam ancaman. Jika Presiden sekarang ‘iseng’, dia bisa saja menentukan demo dan mogok buruh yang terjadi sebagai ancaman potensial dan faktual.

Ketiga, Pasal 22 ayat 1 yang berbunyi 'Penyelenggaraan Kamnas melibatkan peran aktif Penyelenggara Intelijen Negara'. Dengan kata lain, masyarakat akan terus dan selalu dipantau gerak – geriknya. Selain itu peran intelijen disini juga dapat mengintimidasi masyarakat secara tidak langsung untuk tidak berbuat hal yang aneh – aneh.

Keempat, Pasal 32 ayat 2 mengenai pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Keamanan Nasional. Poin pelibatan masyarakat juga dikhawatirkan banyak pihak dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat itu sendiri, dan juga dapat mengakibatkan rasa saling curiga antar masyarakat.
Masih banyak pasal – pasal lain yang juga menyebabkan berbagai kontroversi, seperti pasal 27 ayat 1 dan ayat 2, dan pasal 30.

Negara menjadi Watch Dog
Melihat masih adanya beberapa pasal – pasal yang menjadi polemik jelas saja jika masyarakat patut khawatir, takut, cemas, dan was – was jika RUU ini nantinya jadi disahkan. Siapa yang rela bernostalgia dan bertemu kembali dengan kekangan serta represifitas ala zaman orde baru.Hak – hak sipil dikebiri. Gerak – gerik dibatasi dan diawasi. Negara benar – benar akan menjadi watch dog atau anjing pengawas bagi masyarakatnya. 

Ironi. Ketika gegap gempita demokrasi menyapa. Euforia reformasi juga masih melanda. Dimana masyarakatlah yang seharusnya menjadi watchdog, pengawas, kontrol dari jalannya pemerintah. Bukan justru sebaliknya.

Pendisiplinan Absolut
Diakui maupun tidak, RUU KAMNAS ini adalah suatu cara yang ditempuh pemerintah atau negara untuk mendisiplinkan, mengatur, mengawasi rakyatnya. Louis Althusser, pemikir asal Prancis juga memberi konsep tentang proses pendisiplinan rakyat akan negara. Dia memberikan dua konsep bagaimana jalannya negara (state aparatus) melakukan pengaturan, kepatuhan terhadap rakyatnya. Repressive State Aparatus(RSA) dan Ideological State Aparatus (ISA). RSA, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai aparat negara yang memiliki fungsi dan dapat melakukan tindakan represif. Sebagai contoh: kepolisian, militer, pengadilan, penjara, dll. Sementara ISA, dapat dijelaskan aparat negara yang berjalan dan berfungsi mendisiplinkan rakyatnya dengan cara halus, yakni lewat ideologi dan persuasif. Semisal pendidikan, agama, keluarga, dll. Memang fokus dari Althusser sendiri adalah pada fungsi ISA yang sangat berpengaruh dan sulit dilawan dalam proses pendisiplinan ini. Akan tetapi, kedua aparatus negara ini, baik repressive maupun ideological state aparatus akan selalu berjalan seiringan. Saling membutuhkan, tidak dapat dipisahkan.

Dalam konteks RUU Kamnas ini, thesis dari Althusser pun cukup relevan untuk menjelaskan Pendisiplinan melalui UU Kamnas. Dalam RUU Kamnas, semua aparat negara jelas akan sangat dan mau tidak mau terlibat aktif disini. Proses penanaman nilai – nilai, pendisiplinan, kepatuhan jelas akan dilaksanakan oleh Ideological State Aparatus (ISA). Karena memang ini cukup efektif. Lewat institusi pendidikan, media, hingga keluarga. Proses penanaman nilai – nilai dari Kamnas ini akan berjalan.

Apabila RUU Kamnas ini disahkan nantinya, maka Repressive State Aparatus pun akan semakin mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakan – tindakan represif secara fisik. Selama ada UU Kamnas tersebut. Maka yang terjadi kemudian adalah ISA dan RSA berjalan dengan dukungan dari UU Kamnas. Pendisiplinan mutlak pun akan terjadi dalam masyarakat. Masyarakat hanya bisa tunduk, nerima saja.

Hingga sampai kondisi tertentu, keadaan yang ‘nerima saja’ ini pada akhirnya akan menciptakan apa yang dikatakan oleh Pierre Bourdieu dengan doxa. Secara singkat, doxa adalah pandangan penguasa atau negara yang dianggap sebagai pandangan seluruh masyarakat. Masyarakat tidak lagi memiliki sikap kritis pada pandangan penguasa. Doxa menunjukkan bagaimana penguasa atau negara bisa meraih, mempertahankan, dan mengembangkan kekuasaannya dengan mempermainkan ide – ide yang berhasil memasuki pikiran yang dikuasai, sehingga mereka kehilangan sikap kritisnya pada penguasa. Maka terjadilah penindasan. Mereka ditindas, akan tetapi tidak pernah merasa sungguh ditindas, rakyat pun tidak akan melawan karena mereka hidup dalam doxa. Kondisi ini lah yang sangat berbahaya.

Adanya RUU Kamnas ini memang menjadi polemik yang tak kunjung selesai. Disisi lain, RUU Kamnas ini banyak mendapat dukungan karena memang dibutuhkan untuk melindungi daerah – daerah perbatasan negara. Akan tetapi disisi lain, banyak pandangan yang menilai RUU Kamnas ini adalah sebagai ajang bagi negara mencari legitimasi untuk mendisiplinkan rakyatnya. Akan tetapi, bagaimanapun jika UU Kamnas ini pada akhirnya tetap akan membawa nama rakyat sebagai pihak yang dirugikan. Maka RUU ini pun patut dipertanyakan kembali.

Komentar