Cerpen "Bagaimana Caranya Melawan Raja Iblis Sendirian di Tengah Malam"

Bagaimana Caranya Melawan Raja Iblis Sendirian di Tengah Malam

Karya : ckucikucing - Sosiologi 2023



Malam hari, penunjuk waktu di ruang kecil peristirahatan pribadiku menunjukkan angka sempurna: 12.00. Perasaan menginginkan menutup mata dan terbaring untuk menurunkan kesadaran belum kunjung tiba. Dengan segala kondisi sempurna itu, pemanggil ketidaklancaran aliran darah dan gangguan pencernaan dalam wujud makanan —berkuah terisi puluhan tali pendek berwarna kuning yang gurih, biasa disebut mie— menyertai malamku.

Indah sekali, sungguh malam yang sempurna untuk meneruskan hobi nirfaedah —tak berguna dan membuang waktu— ini: menjelajahi dunia maya tanpa tujuan. Menonton klip lucu tentang kucing, membaca kisah hidup individu yang tak ada kaitannya dengan kelangsungan hidupku pribadi, hingga memberi komentar pada unggahan media kepada seniman tari dan vokal kegemaranku.

Senyuman banyak terpancar dari wajahku yang belum tertidur semenjak 34 jam yang lalu. Rasanya harsa ini harus berlangsung selamanya, hingga dia datang ke hadapanku.

Dia, datang paling awal dan melihatku dengan mata kecil bundarnya, seperti ditusuk rasanya. Kecil, namun segala jenis kejahatan duniawi dari neraka iblis terpancar dari tatapan mengerikannya. Aku langsung mengerti, aku harus melawan dan mengusirnya dari wilayahku agar rakyat-rakyatku —maksudnya belasan boneka manis— tidak terluka. Aku menghentikan segala aktivitas penting dan melihat sekeliling dengan waspada, benda apa yang sekiranya dapat kujadikan senjata suci pengusir iblis ini? Aku hanya gadis kecil lemah, tapi ia dapat terbang, berlari, dan menyerang dengan kecepatan tinggi. Tanpa senjata aku tak akan bisa melindungi rakyat yang kucintai.

Aku mundur dari posisiku secara perlahan, ia masih berada di tempatnya, mulai mendekati makananku. Bulu kudukku merinding dibuatnya, pupus sudah seleraku melanjutkan makan. Lalu aku menyadari, aku punya sebuah tongkat suci kepunyaan ibu yang selalu ia gunakan setiap hari agar debu dan kotoran lantai tersapu. Ini dia! Aku tersenyum dan merasa akan mendapatkan kemenangan karenanya.

"Bersiaplah, dasar pembawa kejahatan!" Teriakku sembari menghantamkan tongkat suciku kepada ia dan makananku yang dilahapnya. Kuah hangat muncrat karena pukulanku, ia pun tergeletak terbaring terbalik. Aku memukulnya dengan tongkat suci ini untuk yang terakhir kalinya. Ia pun mati, haha! Aku menang. Setidaknya begitu pikirku sebelum melihat bangsa iblis itu datang lagi, namun kali ini tak sendiri.

Kalian tahu? Mereka datang menyusul iblis yang baru saja kubunuh. Tak hanya dua atau tiga, entah berapa tak kuhitung, yang pasti aku ketakutan bak melihat segala kejahatan duniawi terkumpul di ruangan ini. Matilah aku, mereka adalah para jenderal raja iblis. Mereka mulai terbang dan menyerang dari segala sisi, aku berteriak mencoba memukul ke arah mana saja namun mereka dapat menghindar dengan kecepatan tinggi. Ketika aku mencoba memukul salah satu dari mereka dengan tongkat suci, mereka dapat lari dan menyelinap ke kolong-kolong ranjang atau lemari.

Ada yang dengan kejam terbang dan hinggap ke rambutku, sehingga teriakanku semakin menjadi. Kuasa mereka terlalu hebat untukku melawan. Tongkat suci ibuku pun hampir patah karena amukanku, aku histeris melihat rakyatku mulai dihinggapi para jenderal iblis. Perasaan bersalah mulai menghinggapiku yang tak bisa melindungi. Salah satu jenderal malah kembali mendatangi kakiku dan merayap keatas, aku teriak dan lompat lompat agar ia segera enyah. 

Setelah dua jam berteriak, menangis, dan memukul, entah bagaimana para jenderal itu telah pergi dari wilayahku. Meski aset wilayah dan beberapa rakyatku sebagian menjadi korban, aku tetap bangga dengan prestasi ini: mengusir pasukan raja iblis. Aku bisa mendapatkan gelar kehormatan untuk ini, haha! Prahara nyonya besar —ibuku yang galak— nanti bertanya-tanya dan marah, adalah urusan nanti. Aku lelah sekali hingga punggungku menyentuh ranjang, mataku mulai tertutup perlahan karena rasa kantuk itu ternyata sudah tiba.


Ditulis berdasarkan kisah nyata penulis melawan kecoa di tengah malam.


Komentar